ads your site here

Breaking News
Loading...
Kamis, 02 Januari 2014

Spirit ‘Do It Yourself’ yang Tak Pernah Lekang




Perkembangan brand clothing seolah berbading lurus dengan kesadaran kaum masa kini yang tak hanya mementingkan kebutuhan, tetapi juga gaya hidup. Berbagai event yang memfasilitasi pasar tersebut kerap digelar dengan menyatukan perhelatan musik sebagai satu kesatuan. Di Kota Bandung sendiri sebut saja Bandcloth, Hellprint, atau Kickfest yang merupakan ajang sangat dinanti oleh masyarakat, khususnya kaum urban, untuk menikmati berbagai santapan idealisme yang terhidang di satu lokasi.

Dengan berada di satu tempat saja, kita sudah bisa nikmatin berbagai sajian menarik dari para musisi dan brand clothing terkemuka se-Indonesia. Pada Oktober 2012 di Lapangan Gasibu, event Kickfest yang sudah berlangsung di kali kelima tersebut semakin tumbuh untuk mengekspansi kualitaas dan kuantitas. Apresiasi dan animo bejibun turut menghampiri dari para pecinta brand independen lokal dan internasional.

Kickest sendiri merupakan satu dari sekian banyak program yang dimiliki KICK (Kreative Independent Clothing Kommunity—forum bisnis para pengusaha clothing lokal dan distro sejak tahun 2006 dan tersebar di tujuh kota: bandung, jakarta, Yogyakarta, Makassar, Lampung, Surabaya, dan Malang. Khusus untuk lalu, Kickfest mengangkat tema “Music, Fashion, and Street”. Di bidang fashion, Kickfest memang sudah jadi semacam tolak ukur dalam perkembangan industri kreatif di bidang fashion. Tak hanya itu, ia juga membangkitkan sisi idealisme dalam berkreativitas.

Kehadiran clothing brand dari berbagai kota di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 100 jadi bukti nyata kalau industri clothing lokal mampu untuk eksis dan berkembang di berbagai kota. Justru ini jadi semacam local hero karena menebar kearifan lokal dengan menjadikan produk lokal jadi tuan rumah di kotanya sendiri. Beberapa brand berangkat dari apa yang mereka suka dalam mengaplikasikan kecintaannya terhadap dunia desain.

Menggunakan semangat Do It Yourself (DIY), mereka tidak menunggu sokongan perusahaan besar untuk bergerak. Justru dengan semangat kemandirian, banyak brand yang akhirnya bergerak sendiri dengan memanfaatkan kekuatan jaringan pertemanan dan komunitas yang ada di sekitar. Tekun, serius, dan mau kerja keras adalah kunci utama dari memopulerkan brand lokal yang independen dan tentu aja original.


Strategi Memajukan Industri

Ade Andriansyah sebagai ketua KICK juga menuturkan kalau pelaku usaha tersebut tak hanya clothing, tetapi juga distro. “Sekarang di daerah tuh banyak banget distro. Bikin clothing juga jadi semakin mudah karena tinggal ada brand, mendesain, produksi, terus jadi. Sepuluh tahun yang lalu kalau kita ke distro, pasti pemiliknya lagi kerja. Waktu itu masih dianggap kerja sampingan karena memang langsung tancap gas dan learning by doing. Sekarang banyak kok yang bisa dijadikan proyek percontohan bagi anak muda bahwa ini adalah salah satu pilihan wirausaha,” ungkap Ade menerangkan.

Banyak strategi promosi yang bisa dipakai seperti desain toko yang menarik,lokasi strategis, sebar flyer atau iklan, bikin katalog sendiri, hingga meng-endorse musisi atau band lokal. Jika untuk pemasaran juga bermacam-macam, seperti jual produk sendiri, menerima titipan barang dengan sistem konsinyasi, atau sistem jual putus.

“Sekarang pertumbuhan clothing brand itu banyak. Ada yang baru, tapi ada juga yang tumbang. Ini sih sebenernya lebih ke seleksi alam. Pelaku industri ini awalnya adalah anak muda yang mungkin latar belakang bisnisnya dimulai dari nol. Berawal dari uang jajan dan patungan, akhirnya bikin produksi. Kemudian setelah itu mulai kerjasama bisnis dengan pemodal atau bank. Dari sini kemudian muncul seleksi alam. Yang nggak bisa survive ya ganti brand atau merger dengan brand lain,” ujar Ridho dari Wadezig.

Dengan adanya peran media sosial seperti sekarang, Ridho mengungkapkan jika proses kreativitas jadi lebih bisa makin terakomodir karena masing-masing brand sudah punya market masing-masing. “Saya lihat kualitas produk clothing sekarang makin bagus dari sisi bahan, sablonan, package, hingga promo. Jadi ini tuh bukan organisasi bisnis, melainkan ke kumpulan orang-orang kreatif,” kata lelaki yang juga personel band Aftercoma ini menambahkan.

Sementara itu, Sony dari pihak Bandcloth mengatakan, gelaran seperti ini punya spirit untuk memajukan industri clothing Indonesia. “Digelar juga di beberapa kota seperti Jakcloth di Jakarta dan Musifest di Palembang. Jumlah trading per clothing dalam sekali event itu ada yang mencapai Rp 500 juta. Spirit acara ini memang untuk majukan industri clothing, apalagi zaman tahun 1998 clothing pernah masuk tatanan yang menyelamatkan ekonomi Indonesia, khususnya Bandung,” ujarnya.

Dengan 250 peserta dari berbagai kota se-Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Tangerang, Yogyakarta, dan tentu saja Bandung, pengunjung Bandcloth yang terselenggara pada April silam di lapangan Gasibu jadi memiliki banyak pilihan. Ditemani berbagai aksi hiburan yang mengasyikan seperti panggung musik, BMX freestyle, dan skateboard , wisata belanja saat itu memang sangat memanjakan.


Kreativitas Sebagai Kunci

Tanpa idealisme, suatu produk memang bakal cuma jadi produk belaka. Tetapi dengan memadukannya bersama kreativitas, ini justru malah bisa bikin industri clothing lokal mampu berlari jadi pergerakan kreatif tanah air. Dasar dari spirit DIY ini adalah suatu kemandirian dalam melakukan sesuatu dan diawali dari diri sendiri. Jadi seseorang bisa menentukan apapun yang baik bagi dirinya sendiri tanpa adal paksaan dari orang lain.

Inilah yang pada akhirnya membuat terminologi bahwa spririt tersebut adalah implementasi bahwa everyone can do anything with their own skill. Cenderung eksklusif? Tidak juga. Spirit ini justru mengajarkan kita untuk aktif dalam menciptakan sesuatu dan tidak sekedar sebagai konsumen yang tinggal terima hasil jadi begitu saja. Awalnya term DIY ini digunakan oleh kalangan punkers di seluruh dunia yang menentang sikap dependen terhadap kaum kapitalis.

DIY lebih kepada etos pengembangan kemampuan pribadi dengan memanfaatkan apa yang ada sekaligus berusaha untuk mandiri dan nggak lagi tergantung kepada orang lain. Bisa dibilang bahwa sekarang banyak sekali produk instan di mana kita tinggal menunggu jadi, sehingga kemungkinan besar dapat menimbulkan sifat pasif terhadap diri sendiri. Ketergantungan semacam inilah yang mengekang kita untuk punya kebebasan dalam berkarya dan mencipta. So, let your DIY spirit grow! *** (nyataindonesiaku)

[Penulis dan Foto: Hanifa Paramitha Siswanti]

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2013 Distro Cirebon All Right Reserved